Kucing
Oleh: Venice Rahayu
https://kartunterbaikhd.blogspot.com/2020/01/20-gambar-kartun-di-tong-sampah.html
Entah mengapa semalaman kucing tetangga terus mengeong. Aku jadi susah memicingkan mata. Suranya terasa dekat. Sepertinya di gang sebelah rumah. Apakah dia kedinginan? Hujan turun sangat deras selepas Ashar sore tadi. Ataukah dia kelaparan? Ataukah dia sakit? Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku. Aku terhanyut dengan perasan-perasaan yang membuatku lelah sendiri.
Pernah aku merasa sangat menyesal. Aku mendapatkan kucing kecil itu mati di pekarangan rumahku. Kejadiannya sudah sepuluh tahun lebih. Tapi setiap kali aku mengingatnya, aku masih saja merasa sedih.
“Bruk!” suara itu teramat keras. Sumpah serapah tetanggaku diiringi suara “meong” yang teramat lemah menjadi perhatianku malam itu. Kusingkap sedikit gorden kamarku untu mengetahui apa yang terjadi di luar sana.
“Meoooonngg…” seekor kucing kecil sedang menatap tong sampah. Sementara itu, tetanggaku sibuk mengumpulkan sampah yang tercecer menjijikkan. “Pergi sana!” hardiknya. Diacung-acungkannya sapu lidi ke arah kucing yang sedang menatapnya pilu. Melihat kucing yang diam saja, tetanggaku terlihat makin kesal. Diusirnya dengan menendang-nendangkan kakinya. Awalnya pelan, namun saat si kucing itu tidak merespon apa yang dia mau, kakinya menendang semakin keras.
Dengan tertatih, kucing kecil itu berjalan pelan keluar pagar dan melintasi rumahku. Kulihat dia menjilati tubuhnya yang basah. Hujan turun dengan deras saat itu. Aku ingin menolongnya, namun kutunggu sampai tetanggaku masuk ke dalam rumahnya kembali. Kuikuti arah ke mana kucing itu pergi. Setelah jelas ke mana arahnya, bergegas aku pergi ke dapur dan menyiapkan nasi dengan beberapa sisa daging ayam.
“Bruk! Meooonng..” lagi-lagi terdengar suara tempat sampah yang jatuh. Atau lebih tepatnya dijatuhkan oleh kucing. Suaranya beradu dengan hembusan angin yang keras dan hujan yang lebat.
“Ampuuuun…” kembali terdengar teriakan tetanggagu dan hentakan pintu yang keras.
Setengah berlari ke ruang depan, aku kembali mengintipnya di balik gorden.
“Pengen mati, ya..”
“Meong…” langkah letihnya kembali melintasi rumahku.
Anakku menangis. Terpaksa kusimpan bungkusan nasi dan lauk yang tadi hendak kuberikan pada kucing malang itu. Kugendong si kecil yang tiba-tiba bangun. Rupanya dia terganggu keributan kecil di luar sana. Setelah pulas, pelahan kutidurkan di atas ranjang. Dengan mengendap-endap, aku kembali mengambil bungkusan nasi.
Tak berselang lama, aku sudah kembali di balik gorden. Kucari-cari di mana makhluk kecil itu. Kubuka pintu, namun angin kencang serta-merta menghambur masuk. Kembali kututup pintu sambil cepat kukunci. Kutatap sejenak bungkusan dalam genggamanku.
“Meoong..” rupanya suara itu mengganggu mimpiku.
Kini pagi telah datang. Aku mencoba mencarinya di luar pagar rumahku. Tak jua ketemu. Kulihat kiri dan kanan.
Di sebuah rumah yang kosong, di garasinya yang berdebu, seonggok benda warna hitam menggelung. Kulihat kembali dengan lebih saksama. Dan, jantungku hampir saja berhenti seketika. Yang kucari ada di hadapanku. Terlambat.
Semenjak itu, setiap aku mendengar kucing mengeong, walaupun malam walaupun hujan, selalu kulihat. Apakah dia lapar? Apakah dia kedinginan?
***
Bogor, 1 Juli 2022
Tantangan Menulis Om Jay Ke-22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar