Tak Mudah Menjadi Guru
Oleh: Venice Rahayu
https://id.pngtree.com/freepng/muslim-teachers-wear-hijab_6321024.html
Aku perempuan menjelang lima puluh tahunan yang sederhana. Anggaplah demikian. Jadi, pengalamanku berikut ini semata-mata muncul dari kacamataku yang sederhana. Kali ini ceritaku tentang “Guru”.
***
Kata siapa semua orang bisa menjadi guru? Yang aku maksud di sini adalah guru yang mengajar di sekolah. Protes kecil ini begitu saja muncul saat salah seorang tetanggaku berkelakar, “Enak ya, jadi guru. Tinggal duduk manis dan tinggal perintah. Beres. Anak-anak bisa bekerja sendiri.” Diucapkan dengan ringan dan tanpa tekanan apa pun. Aku yakin tidak dengan maksud apa pun. Tapi malamnya, sebelum tidur, aku kembali memikirkan perkataannya. Ada hal yang harus aku resapi dan segera didiskusikan oleh hati dan nalarku.
Saat itu, aku hanya tersenyum dan menjawab kelakarnya, ”Enggak juga, Bu. Tidak semudah yang dibayangkan orang. Menghadapi ratusan anak setiap harinya lumayan memutar otak dan menguras keringat juga. Belum sampai pada materi, kita harus ‘merapikan’ anak-anak terlebih dahulu. Mengambil perhatian dan hati mereka dulu, baru bisa menyampaikan ilmunya. Sedang enak-enaknya mengajar, eh… bel pergantian jam berbunyi. Pindah kelas dan mulai lagi dari awal.” Mendengar jawabanku, dia tertawa lebar sambil manggut-manggut tanda mengerti. “Iya juga, ya.” katanya kemudian. Perbincangan ringan sore itu selesai.
Memang, sepintas hanya profesi guru yang paling mudah diikuti. Kalau meniru-niru cara kerja dokter, ahli komputer, atau teknik sipil, tanpa keahlian khusus, tentunya tak akan mudah untuk dilakukan. Risiko yang akan ditimbulkan akan terlihat saat itu juga. Tetapi kalau salah teknik dalam mengajar, tentunya akan terlihat aman-aman saja. Tak akan ada risiko yang terlihat atau dirasakan langsung. Itulah teori pertamaku yang muncul saat pembahasan diskusi dimulai, sesaat setelah rebahan di atas tempat tidur.
Selanjutnya, aku putar kompas otakku ke arah pengalamanku selama dua puluh tahun mengajar. Berkali-kali hasil diskusiku menyimpulkan bahwa aku tidak pernah merasa mudah dalam mengajar. Setiap hari tantangan selalu berubah. Bukan setiap hari, tapi tepatnya setiap detik. Situasi dan kondisi kelas selalu berubah sepanjang detik tanpa bisa dicegah. Setiap detik di dalam kelas adalah berpikir keras mengendalikan arus yang mengalir, yang tidak bisa kita prediksi sebelumnya. Perencanaan mengajar tentulah ada. Namun ketika kita sudah masuk ke dalam arena, kita akan disibukkan dengan teknik dan strategi yang kadang tidak sesuai dengan perencanaan. Kita akan bekerja keras mengendalikan arus agar tetap mengarah pada tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru layaknya master of ceremony, dengan tidak mengabaikan tugas utamanya sebagai seorang pendidik, pengajar, dan pelatih.
Bel pergantian pelajaran berbunyi. Bergegas pindah kelas. Petualangan berikutnya dimulai. Tiga puluh dua anak dengan karakter yang berbeda, berbeda pula dengan kelas sebelumnya, sudah menanti kita dengan berbagai cara. Senyuman dan kebahagiaan wajib terpancar dari penampilan seorang guru agar anaknya semangat menyambut kita. Sebelum memanage anak, biasanya kita memanage diri kita terlebih dahulu. Itu seringnya tidak mudah.
“Ya, Allah…tolong Baim ya, Allah!” begitulah kelakar di antara kami mencairkan kepenatan yang ada. Sepanjang istirahat, kami saling melempar guyonan yang membahagiakan dan menyegarkan. Bergerak cepat memanfaatkan waktu istirahat dengan makan dan mengoreksi pekerjaan anak-anak yang masih tersisa.
Aku menyenangi mengajar, walaupun melelahkan. Ada pakar mengatakan, “Jika kamu menyukai pekerjaanmu, maka kamu akan melupakan kelelahanmu.” Benarkah? Pikirku, lelah tetaplah lelah. Bahagia dan lelah dua hal yang berbeda. Lelah tidak bisa diartikan tidak bahagia, atau bahkan tidak ikhlas. Kenyataannya, di sekolah lelahnya tak terasa. Tetap bersemangat bersama anak-anak sampai sore menjelang. Nah, setelah di rumah, semuanya bermunculan. Aku tersenyum sendiri.
Dari hasil diskusiku malam itu, aku meyakini satu hal bahwa tidak semua orang bisa menjadi guru. Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki guru. Pertama, seorang guru harus memiliki ilmu yang tinggi. Kedua, guru harus memiliki keterampilan untuk bisa menyampaikan ilmunya kepada orang lain dengan sukses melalui strategi yang tepat. Keterampilan menyampaikan ilmu inilah yang tidak bisa dianggap sepele. Ada kemahiran pengelolaan kelas, ada strategi pembelajaran, dan rambu-rambu lain yang harus diperhatikan guru, yang selalu berkembang dari waktu ke waktu.
Yang paling tidak mudah adalah menata karakter guru. Guru dituntut memiliki karakter ideal. Seorang guru harus memiliki karakter sabar, bijaksana, selalu bahagia, pandai menyenangkan hati orang, menarik perhatian, sopan, penyayang, pemaaf, adil, jujur, ramah, perhatian, tanggung jawab, disiplin, rajin, giat bekerja, tidak mudah putus asa, dan masih seabrek tuntutan lainnya. Aku pernah mendengar kelakar, “Guru baik adalah wajar. Guru tidak baik harus dihajar.”
Menjadi guru untuk mengajar saja mungkin bisa dilakukan siapa pun. Tetapi untuk menjadi guru yang profesional, perlu keterampilan khusus lainnya yang harus terus digali. Sejauh ini, aku masih harus banyak belajar. Masa depan bangsa ada dalam genggaman guru.
Dan, malam semakin larut. Aku harus segera mengakhiri diskusiku hari ini. Lembaran-lembaran kebersamaan dengan anak-anakku melayang-layang di atas kepalaku. Terima kasih telah memberi warna dalam hidupku.
Bogor, 15 Juni 2022
Tantangan menulis hari ke-6
Tips yang siip untuk diterapkan. Tulisan Ibu sangat jelas isinya
BalasHapusTerima kasih, Bu🤗
Hapusmenjadi guru adalah sebuah petualangan. kita akan merasa enjoy dan asyik bila kita menikmatinya. tapi kita akan menjadi tersiksa apabila kita tidak menikmatinya. enjoy dan lakukan yang terbaik yang kita bisa. itu resepnya. kalau gagal dan gak bisa ya sudah ga usah disesali, lakukan aja perbaikan. yang pasti buvenice guru super duper deh, makanya anaknya pada berhasil
BalasHapusSetuju
BalasHapusWaduh.. alhamdulillah.. jadi doa ya, Pak Asep, aamiin yra. Terima kasih,🙏🏻
BalasHapusGuru sebagai pengajar dan pendidik,dituntut untuk mampu menghadapi peserta didik yg berbeda karakter. Tak jarang dihadapkan dg peserta didik yg dibesarkan oleh lingkungan dan diasuh oleh media sosial.Semoga lelahnya bernilai ibadah. Semangat terus bunda💪
BalasHapus