Sabtu, 18 Juni 2022

Kidung Cinta 10

 Dalam Senandung Rindu 

Oleh:  Venice Rahayu

https://id.pinterest.com/pin/788341109772061727/

    “Kalau aku sudah besar, Emak akan kubelikan televisi.” Begitu celotehku saat kecil. Emak tertawa. Disisirnya kepalaku dengan jari-jarinya. Aku menoleh, kulihat Emak sangat cantik. Seperti artis zaman dulu, Citra Dewi. Rambutnya tergerai panjang sehabis keramas. Sementara bau tubuhnya masih tercium wangi sabun ‘Lux’. Aku tidak habis pikir, mengapa Emak tak mau menikah lagi. Padahal kata ibuku, Emak sudah banyak yang melamar.

    “Gak usah dibeliin televisi, bawa aja Emak naik Haji.”

    “Oh, Emak mau naik Haji? Ya, ya, nanti kalau aku udah besar, udah jadi dokter ya, Mak.”

    Emak mengangguk pelan sambil tetap tersenyum.

   “Atau, nikah saja sama Pak Haji, Mak. Nanti namanya jadi Mak Haji.” kelakarku sambil menoleh kembali ke muka Emak. 

    Emak terdiam. Aku menyesal sudah mengatakannya. Muka Emak nampak memerah. Apa perkataanku benar, ya. Emak sedang jatuh hati sama Pak Haji? Entahlah. 

    Aku jadi teringat siang itu. Ibuku menangis karena di luaran sana tersiar kabar tidak sedap. Katanya Emak melayani suami orang. Mana mungkin? Emak sangat baik ibadahnya. Emak juga bukan wanita sembarangan. Almarhum Kakek dulu adalah seorang saudagar terkenal di kampung yang juga seorang pemuka agama. Adab yang dipikulnya juga menjadi teladan buat orang di kampung. Tidak, tidak mungkin Emak gegabah dalam mengambil langkah. Emak adalah panutanku. Bahkan jika berita itu benar, pandanganku terhadap Emak takkan pernah berubah. Emak tetap menjadi idolaku. Emak yang cantik lagi kuat!

    Empat puluh tahun telah berlalu. Aku sudah memiliki keluarga dan putraku pun sudah tiga. Emak masih ada dan tak berkurang kecantikannya. 

    “Emak kenapa gak menikah lagi.” kembali pertanyaan itu muncul. Kala itu, Emak sedang membuat ketupat dan opor ayam untuk hari Lebaran besok. Anak beranak berkumpul di rumah Emak.

    Emak tersenyum agak lebar. Emak tak pernah tertawa lepas sampai memperlihatkan semua geliginya. Apalagi sampai mengeluarkan suara ha…ha…ha… .. Jika senang, Emak cukup tersenyum kecil. Kalaupun hendak tertawa lebar, Emak kerap menutup mulutnya dengan punggung tangannya. Sungguh santun orang zaman dulu.

    “Untuk apa?” jawabnya. “Emak bisa usaha sendiri. Anak-anak dewasa dengan sendirinya menyesuaikan dengan keadaan. Emak tak merasa repot walau tak ada Kakek.”

    “Ada rasa mengkhianati gak, Mak.. seandainya menikah lagi.”

    “Ya. Kakek katanya menunggu Emak di sana.”

    “Kalau berita tentang Pak Haji, itu bagaimana, Mak? Cerita orang itu benar atau hanya gunjingan orang semata?” 

    “Itu benar. Pak Haji datang mau melamar Emak. Untuk yang kedua kalinya. Pertama saat Emak gadis. Tapi Emak sudah ada yang lain, Kakekmu. Kemudian saat Kakek tiada, datang lagi. Tapi dia punya istri. Istrinya sahabat Emak. Tak akan tega Emak menyakiti.”

    “Sekarang Mak Murni sudah tiada pula. Mak mau gak?”

    “Ish…, sudah sama-sama tua. Kakek sudah menunggu Emak di sana.” Emak tertawa kecil. Dicicipinya opor yang sudah siap saji.

    “Seandainya… seandainya aja ini mah, Mak. Kalau Emak masih muda, masih mau gak sama Pak Haji?”

    “Tidak ada andai. Sesuatu telah terjadi. Emak hanya setia sama Kakek saja.” katanya sambil mengangkat telunjuknya. “Cukup satu.”

    Itulah Emak, nenekku yang kini sudah tiada. Cintanya pada Kakek sampai akhir hayat. Kuharap sekarang mereka sudah bisa bersama di sisi-Nya dalam keadaan penuh kebahagiaan.

    Yang kini kusesali, aku belum membelikannya televisi sebagaimana yang aku cita-citakan. Emak sudah punya yang lebih bagus dari punyaku. Padahal tak mengapa jika aku membelikannya pula. Pasti Emak akan senang. Ah, itu sudah berlalu. Kesadaran yang muncul di akhir tak berarti apa-apa. Dan aku tidak menjadi dokter, Mak. Aku menjadi guru. Emak kerap memberi aku bekal nasi dan lauknya saat aku hendak pergi kuliah. Mak belikan pula aku baju tidur warna pink yang sangat menawan. Satu lagi, aku belum sempat membawa Emak naik Haji. Maafkan aku, Mak.  

    Senandung rindu itu terus menghantui pikiranku dalam semimggu ini. Aku rindu Emakku yang cantik dan lembut. Emak yang cerdas dan kuat. Dan, tadi malam aku bermimpi. Kakek menggenggam tangan Emak dengan erat. Mereka tersenyum bahagia. Akhirnya, setelah penantian yang begitu lama. Semoga mereka tetap berjodoh selamanya. Aamiin.

TAMAT

Catatan: Emak adalah panggilanku untuk Nenek.


Bogor, 19 Juni 2022

Tantangan Menulis Om Jay Ke-10


12 komentar:

  1. Balasan
    1. Betul.. trmkasih sudah berkunjung🙏🏻🤗

      Hapus
  2. Kisah yang manis semanis senyum emak

    BalasHapus
  3. Iya.. 😍 Terima kasih kunjungannya🙏🏻🤗

    BalasHapus
  4. waw, bagus bunda ceritanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau pengalaman sendiri ternyata lebih lancar, Bun.. trmkasih🤗

      Hapus
  5. Ibu adalah wanita idaman kita semua

    BalasHapus
  6. Bu Vencie ... Jagonya bikin cerita yang asyik dan bikin baper ... Kereeeen ... 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻

    BalasHapus

Kidung Cinta 31

 Cinta Kedua Oleh:  Venice Rahayu https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220216092135-37-315720/kacau-penduduk-20-negara-ini-kecanduan-smartph...