Dua Sisi Mata Uang
Oleh Venice Rahayu
http://www.lpmalmillah.com/2018/01/tempat-parkir-tanpa-jukir-idealkah.html
Tertatih-tatih laki-laki itu menghampiriku. Aku merasa mengenalnya.
“Bu, pulang?” sapanya dan mengajak salaman. Aku mengangguk sambil mencoba menerka-nerka siapa lelaki ini. Tubuhnya kurus dan kulitnya menghitam. Dia tersenyum seolah mengetahui apa yang sedang kupikirkan.
“Saya Jono. Tukang parkir di sini. Coba cari rezeki lagi di sini, Bu.” sambungnya.
Oh, aku ingat sekarang. Pak Jono, laki-laki berusia sekitar 60 tahunan yang biasa kutemui sepulang sekolah. Tapi, dua tahun telah banyak mengubahnya. Dulu badannya tegap.
“Pak Jono sehat? Ke mana saja, Pak?”
“Yah, gini aja, Bu. Cari makan ke sana-sini. Sekarang anak-anak sedikit ya, Bu?”
“Iya. Kan hanya setengahnya. Alhamdulillah, sudah mulai aman.”
Pak Jono mengais rezeki dengan menjadi juru parkir di sekolahku. Anak-anak biasa diantar jemput oleh orang tua atau supir mereka. Sekitar pukul enam pagi dan saat pulang sekolah, mobil jemputan berjejer-jejer sampai dua baris memenuhi jalan raya depan Istana Bogor. Pak Jonolah yang membantu mengaturnya. Dia sampai hafal mobil setiap anak. Biasanya anak dijemput dan diantarkan ke mobilnya. Kemudian dia juga mengatur keluar masuk mobil. Jalanan menjadi macet. Mobil jemputan tidak bisa masuk pelataran sekolah karena sempit. Hanya beberapa mobil guru saja yang bisa masuk. Dan, Pak Jono mendapatkan tips dari jerih payahnya itu.
“Sekarang saya nganggur, Bu. Untuk makan saja diberi tetangga.”
“Anak istri Pak Jono di mana?”
“Cerai, Bu. Sudah lama. Semenjak pandemi datang saja. Bapak ditinggalkan mereka. Mereka pulang kampung. Oh ya, rumah juga udah dijual. Bapak tidur si Posyandu.”
Ya Allah, ternyata masih banyak orang yang hidup susah di sekitar kita. Percakapanku siang tadi membuatkyu sulit memicingkan mata. Sekarang pemerintah daerah sudah melarang adanya penumpukkan mobil di area depan Istana Bogor. Anak-anak sebagian menggunakan jasa ojol, sebagian lagi naik angkutan umum. Jadi, jemputan sudah sangat berkurang. Kasian, Pak Jono.
Kehidupan ini bagaikan dua sisi mata uang. Di mana ada kebijakan, di situ terdapat keuntungan sekaligus kerugian buat sebagian lagi. Untuk itu, kita harus belajar mencintai dan melepaskan. Konsep dalam ajaran agama yakni ‘bersyukur’ dan ‘ikhlas’ benar-benar harus kita terapkan dalam menjalankan kehidupan ini. Dengan demikian, kita senantiasa bisa kokoh berdiri dengan kuat dan selamat dengan ridho-Nya.
Kesimpulan telah kuraih. Kupanjatkan doa untuk Pak Jono. Lantunan Surah Al-Mulk mengiriku tidurku. Paginya, segera kutulis kisah perjalanan hidup hari kemarin. Hari ini, siap kusongsong pelajaran yang baru. Bismillah.
Bogor, 17 Juni 2022
Tantangan menulis hari ke-8
Cerpennya menyentuh Bu Veni, terima kasih banyak sudah berbagi kisah yang bermanfaat.
BalasHapusTerima kasih, Pak.. senang sekali sudah dikunjungi🙏🏻
Hapuscerpen yg bagus, omjay sampai saat ini belum bisa buat cerpen, hehehe
BalasHapusWah, Omjay suka merendah. Terima kasih sudah berkunjung🙏🏻 Senang sekali rasanya..
HapusWaduh...sedihnya cerita pak Jono, smg tetap sehat ya pak dan dimudahkan rezkinya sama Allah
BalasHapusAamiin yra.. iya kasian banget, Bu..
HapusKeren...tulisannya sangat menginspirasi ,Semangat ...sampai tuntas
BalasHapusBagusnya ceritanya
BalasHapusCeritanya menyentuh hati
BalasHapusHidup kisahnya Mbak... Lanjut
BalasHapus