Rabu, 06 Juli 2022

Kidung Cinta 26

 Ada Satu Tempat di Mana Waktu Cuma Bayag-Bayang

Oleh:  Venice Rahayu

 

https://www.mapel.id/kerajaan-pajajaran/


Ini semua sebenarnya apa? Apakah aku sedang berkhayal, ataukah ini nyata?

    Dalam resah yang menelikung, kuputuskan untuk menuangkan segala yang kualami ini. Diiringi irama malam, aku menari bersama tuts-tuts keyboard laptopku, beriring daun pakis yang memetikkan jemarinya pada gitar angin, juga kerikil-kerikil bisu yang menyertai sepi. Kata demi kata, kalimat demi kalimat, meluncur deras mewakili semua yang melayang di ranah pikirku, terus bergulir memenuhi benakku. 

***

    Penat sudah otakku setelah dua jam berpetualang di instagram. Kuputuskan untuk mengakhiri kegiatanku, teringat tugas yang belum kurampungkan. Namun, detik berikutnya kuurungkan juga karena tiba-tiba saja aku teringat perbincanganku di sekolah tadi tentang Bogor di masa lalu. Kuarahkan mouse pada google dan kutuliskan 'Benteng Pajajaran' di kotak pencarian. Bersamaan saat kutekan tombol search, tiba-tiba sepi meledak. Detik berikutnya kegelapan total menyelimutiku. 

    Kurasakan kepanikan menyergap, menghentikan aliran nafas ke tenggorokan, membuatku tersengal sesak. Untuk sepersekian detik, kehampaan menguasaiku. Lambat namun pasti, perlahan-lahan gelap berarak pergi, meninggalkan kenangan yang disisipkan kepada awan yang datang. Secercah cahaya mulai berdatangan, hantarkan waktu pada permulaan yang indah. 

    Deru sungar sangat dekat di telingaku. Hembusan angin mengggelitik helai rambut dan pakaianku. Mataku masih sulit terbuka ketika sayup-sayup kudengar senda gurau paragadis dalam bahasa Sunda yang sebagian besar sulit kumengerti. Dengan susah payah aku membuka mata, dan kudapati banyak sekali pohon buah-buahan di sisi kanan dan kiri, berjajar-jajar dengan rapi. Menakjubkan. 

    Aku terlongong-longong mendapati diriku teronggok lemas di bawah rerindangan. Dingin menyeruak menelusup ke pori-pori kulitku. Wangi kayu berbaur wangi buah sedemikian menyeruak memenuhi rongga udara yang berkabut, menambah kesejukan dan kesegaran yang belum permah aku rasakan sebelumnya. Sementara gerimis tipis menambah ketakziman suasana yang tercipta. Seluruh alam berdzikir menyebut nama-Nya. Menembus gumpalan kabut, pandanganku tertumpu pada segerombolan gadis dengan pakaian khas bangsawan Sunda sedang berebut memetik buah-buahan nan ranum, memecah kesyahduan pagi yang memukau. 

    Tanpa sepengetahuan mereka, diam-diam aku ikut berkelana di dalamnya, menikmati sepuas-puasnya segala kenikmatan yang ditawarkan dalam buana misterius ini. Entah berapa lama aku terperangkap dalam pesona alam dan suasana yang hanya bisa kulayari melalui buku-buku dongeng milikku sewaktu kecil ini. 

    Aku masih terbius dalam ketakjuban yang dalam, ketika tiba-tiba semburat cahaya menyilaukan menyergap tepat di manik mataku. Aroma wangi tersebar saat pemilik senyum yang indah penuh wibawa mengusap keningku. Tubuhku terasa ringan, lalu melayang. Seperti terhempas ketika aku sampai di sini, tergolek di sebelah laptopku, di dalam kamarku. 

    Masih dalam tanya, kucoba membaca cahaya yang semakin jingga dan mengusung malam. Tiba-tiba aku begitu takut menghadapi malam. Takut membayangkan aku terperangkap dalam kelam. Sementara hujan di luar makin menderu. Akhirnya, kulayarkan sajadah. Kuselesaikan sujud hingga menjelang malam, berharap detik-detik jam yang bergayutan mampu menghabiskan keresahanku. 

    Dalam kegamangan yang dasyat, kuraih laptopku kembali. Melanjutkan bayang-bayang yang kian merasuki hati. “Sreeeettt....!!!” mataku menangkap sebuah judul menarik suatu laman website dari beratus ratus laman hasil pencarian yang dimunculkan google: Ironi Tajuragung, perkebunan Kerajaan Pajajaran yang kini menjadi lahan Pabrik Unitex.

    Waktu telah memutarkan lakon-lakon dalam putaran yang amat cepat. Segalanya telah berubah. Tempatku kini penuh pabrik dan limbah. Kendaraan umum dan pribadi menambah daftar polusi Bogorku yang dulu permai. Pedih manakala Bogor mendapat julukan ‘Kota Seribu Angkot’. 

    Petualanganku di dunia maya kuakhiri manakala lonceng di ruang tengah berdentang sebelas kali. Saatnya aku memberi ruang pada tubuhku untuk segera beristirahat. Malam merambat menaiki puncaknya. Sementara ruh-ruh mengembara meninggalkan jasad.

***

    Sebuah kereta api bawah tanah berkecepatan tinggi melintas di hadapanku. Seperti sebuah piston pompa udara, kereta melesat memasuki terowongan dengan kecepatan 1080 km per jam tanpa turbulensi. Model kereta yang futuristik, mencangkok teknologi dari zaman Romawi, yakni prinsip katapel panah yang digunakan 2000 tahun lalu. Panjangnya sekitar 400 meter, tapi berkapasitas penumpang dua kali lebih banyak.

    Bagaimana aku bisa sampai di sini, itulah yang sedang kupikirkan sekarang. Suguhan peradaban dan panorama alam yang begitu eksotis terpapar di sepanjang jalan menuju stasiun. Air terjun yang begitu indah di antara tebing-tebing, pusat peradaban kota yang maju. Kuremas-remas jemariku menatap lalu-lalang orang-orang dengan kesantunan yang tinggi. Mereka saling memberi salam dengan siapa pun yang berpapasan. Raut wajah mereka menunjukkan ketenangan cerminan kebahagiaan.

    Sesuatu di lenganku tiba-tiba menyala, ungu. Benda apa pula ini? Sebuah gelang dengan manik-manik hitam sebelas buah. Di setiap maniknya ada tulisan yang tak kumengerti. Baru kusadari kalau orang-orang di sekitarnya menggunakan gelang yang sama. Gemetar kutekan manik yang menyala, dan... sebuah hologram muncul di atas telapak tanganku, “Sudah sampai stasiun Tajur 5 Agung? Bapak sudah mengirim kendaraan untuk pulang.” Beberapa detik kemudian moda komunikasi itu pun lenyap. Tinggallah kutermangu, mencoba mencerna situasi yang sedang terjadi. 

    Sebuah mobil supermodern berhenti tepat di depanku. Pintu depan terbuka seketika. Kulongokkan kepala ingin segera bertemu suamiku, namun tak ada siapa-siapa di dalam. Serta-merta kakiku mundur beberapa langkah. Namun tak berselang lama, bagai terhipnotis, aku mulai menaiki mobil unik tersebut. Pintu tertutup otomatis, dan mobil mulai melaju. 

    Ini pengendalian mobil secara otonom dari jarah jauh melalui teknologi canggih. Si Pemberi instruksi mengendalikan semuanya dari jauh. Dia dapat melihat pandangan dari kendaraan serta menyentuh dan memanipulasi kontrol seolah-olah berada di kursi pengemudi. Seperti dalam film Black Panther saja. Sampai di rumah nanti, banyak yang ingin kutanyakan.

***

    Bagaimana menurutmu kisahku ini? Terserahlah. Anggap saja kisahku ini sebaris fiksi dan ilusi yang aku cipta dalam kerinduanku pada wujud yang selalu ada dalam anganku, dalam dimensi waktu bersama khayalku, dalam lamunan tentang kota kelahiranku, dalam suguhan peradaban dan panorama alam yang indah lagi modern, dalam balutan budaya ketimuran yang kental 

TAMAT


Bogor, 5 Juli 2022

Tantangan Menulis Om Jay Ke-26


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kidung Cinta 31

 Cinta Kedua Oleh:  Venice Rahayu https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220216092135-37-315720/kacau-penduduk-20-negara-ini-kecanduan-smartph...